Cerita Dibalik Tradisi Nasi Tumpeng

Spread the love

Nasi tumpeng seakan telah menjadi identitas bagi bangsa Indonesia. Baik nasi putih maupun kuning yang berbentuk kerucut kerap kali dijadikan sebagai menu wajib ketika acara hajatan maupun syukuran berlangsung. Ciri khas dari nasi tumpeng yaitu tadi nasi yang dibentuk kerucut, serta dikeliling oleh berbagai macam lauk di atas tampah yang di alasi daun pisang.

Tidak hanya lezat namun ternyata nasi tumpeng memiliki nilai filosofis yang menarik untuk diketahui. Selain itu tahukah Anda bagaimana asal usul dari nasi tumpeng ini, simak informasi di bawah ini.

Asal Usul dan Makna Nasi Tumpeng

– Tumpeng Memiliki Arti Singkatan dari Sebuah Kalimat

Tidak hanya sekedar nama tumpeng, ternyata tumpeng merupakan singkatan dari kalimat yen metu kudu mempeng yang bisa diartikan dalam bahasa Jawa. Arti dari kalimat tersebut yaitu jika keluar maka harus bersungguh-sungguh atau maksudnya semangat.

Kalimat ini memiliki makna bahwa ketika manusia terlahir maka harus menjalankan hidupnya dengan penuh semangat, fokus, penuh keyakinan serta tidak mudah putus asa. Selain itu dalam melakukan pekerjaan juga harus dilakukan sungguh-sungguh, dalam mengerjakannya harus penuh ikhlas dan lapang dada.

Apa pun hasilnya patut untuk disyukuri, hal tersebut menunjukkan bahwa dengan menyajikan nasi tumpeng ada untaian doa yang terselip. Selain itu ada harapan untuk tetap semangat dan sebagai ungkapan rasa syukur juga kepada Yang Maha Kuasa.

– Sejarah Nasi Tumpeng, Awalnya untuk Persembahan

Tahukah Anda ternyata pada awalnya nasi tumpeng ini digunakan sebagai persembahan kepada leluhur atau sang pencipta. Jadi dulunya menu yang satu ini digunakan oleh masyarakat khususnya masyarakat Jawa untuk persembahan pada gunung-gunung.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penghormatan pada para leluhur yang mendiami gunung itu. Tradisi ini sebenarnya sudah lama ada jauh sebelum agama Hindu maupun Islam ke Indonesia. Bentuk kerucut yang selama ini diketahui dimulai dilakukan ketika era agama Hindu masuk ke Indonesia.

Pada era tersebut nasi tumpeng sering digunakan pada ritual-ritual keagamaan. Bentuk kerucut ini dipercaya merupakan gambaran kondisi geografis yang ada di Indonesia yaitu banyaknya keberadaan gunung. Selain itu dahulu gunung juga dianggap sebagai tempat suci yaitu tempat bersemayamnya para Dewa maupun leluhur.

Seperti yang diketahui hingga saat ini gunung juga masih dianggap sakral. Bukan maksudnya memiliki aura yang mistis. Namun layaknya hubungan manusia dengan alam, sebagai manusia harus menjaga kelestarian alam dengan tidak sembarangan melakukan sesuatu yang merugikan alam.

Hal inilah yang harus dilakukan ketika Anda sedang mendaki gunung. Percaya atau tidak pasti sebelum mendaki gunung Anda akan diberi tahu untuk melakukan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Jadi Anda tidak boleh sembarangan untuk melakukan sesuatu di gunung.

Ya ternyata penghormatan kepada gunung masih ada hingga sekarang. Bahkan di daerah tertentu penghormatan ini juga masih dilakukan dengan menyajikan nasi tumpeng. Namun seiring berkembangnya waktu, keberadaan nasi tumpeng ini juga mengalami pergeseran budaya.

Jadi tidak hanya digunakan saat ritual keagamaan ataupun untuk persembahan namun saat ini digunakan saat acara syukuran dilakukan. Hal tersebut karena nasi tumpeng diyakini mempunyai makna sebagai harapan supaya manusia dikaruniai kehidupan yang sejahtera serta penuh berkah.

Bentuk kerucut dari tumpeng inilah menggambarkan hubungan tidak hanya manusia dengan alam namun juga manusia, alam serta Sang Pencipta.

Baca juga : Anti Ribet, Bekal Makan Siang yang Praktis

– Jumlah Lauk Pauk yang Memiliki Makna Tersendiri

Tidak hanya bentuk kerucut dan sejarah nasi tumpeng saja. Namun ternyata jumlah lauk pauk yang ada di nasi tumpeng juga memiliki makna tersendiri. Tahukah Anda, secara filosofis, jumlah lauk yang ada pada nasi tumpeng ternyata berjumlah tujuh.

Tujuh dalam bahasa Jawa berarti pitu, dari kata ini memiliki makna sebagai pitulungan atau pertolongan. Jadi makna dari lauk pauk yang disajikan juga memberikan ajaran hidup mengenai kebersamaan serta kerukunan yang masing-masing ada pada lauk pauk tersebut.

Menu yang pertama yaitu nasi kuning berbentuk kerucut seperti yang sudah disebutkan di awal mengenai maknanya. Selanjutnya warna nasi juga memiliki makna putih yang berarti kesucian sedangkan jika nasi kuning yang digunakan memiliki arti keberkahan dan kelancaran rezeki.

Menu selanjutnya ada ayam atau ingkung, ayam yang digunakan biasanya ayam jantan atau jago utuh yang melambangkan untuk melepas sifat sombong manusia. Sementara ikan laut melambangkan kekuasaan sedangkan ikan teri menyimbolkan kerukunan.

Menu yang kelima ada urap atau kluban yang terdiri dari berbagai sayuran yang masing-masing merepresentasikan makna tersendiri baik itu tentang kemakmuran, umur panjang, mudah beradaptasi dan harapan baik lainnya untuk manusia. Menu yang keenam ada telur yang menunjukkan etos kerja terstruktur.

Oleh karena itu telur rebus biasanya disajikan dalam bentuk utuh dengan demikian diperlukan usaha untuk melepas kulitnya. Menu terakhir ada cabai atau umbi-umbian yang memiliki makna kesederhanaan.

Itulah makna yang tersimpan pada nasi tumpeng, saat ini lauk pendampingnya sudah mengalami modifikasi dengan memperhatikan nilai gizi serta tampilan yang estetik.